yo belanja

Selasa, 31 Januari 2017

Dilema, Berdo'a

Keadaan spt ini, negara tdk setabil. Banyak rakyat sengsara, terpenjara oleh kebutuhan hidupnya. Untuk hidup, kami tak henti berfikir, mengeluarkan tenaga semampu kami, utk makan dan minum, utk anak istri kami.
Kami tak berfikir utk bs beli baju baru. Kami tak berfikir untuk tamasya. Kami tak berfikir pergi kemana dan naik apa? Kami, dlm keterbatasan ini hanya herharap esok hari anak-anak kami bisa sarapan pagi.
Kami, dlm pedih ini tak kan henti bersyukur, karena hela nafaspun bagi kami adalah karunia yg sangat besar.
Kami disini atas takdir Illâhi, dr ayah dan ibu kami yg telah turun temurun mendiami negeri ini. Kamipun tak mungkin angkat kaki.

Mungkinkah kita sedang diingatkan. Sepertinya kita harus kembali pd fitrah kita sbg manusia yg memangku kemanusian.

Mungkin saat ini kita sedang lupa, maka segeralah kembali, kita sama2 temui ruh dlm jasad ini.

Âmînkan do'a itu teman-teman!
Ya Allâh, jadikanlah bangsa ini bangsa yg damai penuh cinta dan kasih. Jangan biarkan kami saling menghujat.
Ya Allâh, jadikanlah setiap perbedaan ini jln utk kami saling mengenali, seperti yg telah Kau firmankan dlm kitab suci (A-Qur'an).
Ya Allâh, hindarkanlah bangsa ini dr siapapun yg ingin merebutnya. Hindarkanlah dr kami perpecahan, pertikaian, dan peperangan, Ya Allâh.
Wahai Yang Maha Kuasa dan Menguasai, jadikanlah para pemimpin bangsa kami yg adil, yg amanah, yg jujur dan bijaksana.
Ya Allâh, lindungilah para pemimpin bangsa kami dari kejahatan dirinya sendiri dan kejahatan dari luar dirinya.
Ya Allâh, jangan biarkan generasi muda kami hanyut dlm ketidak pastian, cerahkan masa depan mereka.
Ya Allâh, berilah kenikmatan dari sisi-Mu para pejuang yg dulu gugur demi tanah ini. Lindungi dan berkahi pula para orang tua kami yg sudah letih memperjuangkan hidup kami.
Banyak yg ingin kami ungkapkan, Engkau Maha Tahu sekalipun tersembunyi dlm diri kami.
Lapangkan dada kami, beri pula kesabaran dan keikhlasan dlm hati kami dlm menerima semua ketentuan-ketentuan-Mu. Âmîn

Kamis, 26 Januari 2017

SUDUT PANDANG

Dunia semakin tak menentu. Keadaan yg tak menentu. Dimana segala kegelisahan dan kesedihan tercampakkan. Terlupa oleh setiap isu yg berkembang lewat media.
Mereka yg disana berhujjah, mencari kebenaran, mereka berteriak, entahlah, aku tak mengerti motifnya.
Dekat dan bahkan menyatu, perasaan ini terbelakangi oleh itu. Aku yg setiap saat berharap apa yg ku butuhkan dpt terlunaskan. Kesulitan2, menahan lapar dan sakit sepertinya adalah kebudayaan.
Mereka yg kaya semakin berjaya, semakin merajalela pula kekayaanya. Ada pula yg bergelimang khayali atau hanya ingin terlihat berada.
Aku disini negeri yg penuh cerita misteri. Subur makmur loh jinawi, semboyan ataukah tipuan?
Alammu memang indah, tanahmupun amat subur. Begitulah, ketika para petani menanam, muncul pula yg tak ditanam.
Bukan salahmu. Zaman ini berlalu, berjalan pula para pemangku zaman.
Tuhan tak beri sesuatupun kecuali utk direnungkan. Ia teguran atau peringatan, agar kita kembali mengingatNya.
Segala coba dan goda, itu saja, bagi siapapun yg berdiri di tanah ini.

Rabu, 25 Januari 2017

HARUS JADI IBADAH

Assalaamu’alaikum warrohmatullah.
 
Saya seorang guru honorer di sebuah sekolah SMP Negeri di daerah kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Sudah hampir delapan tahun saya mengabdikan diri di sekolah tersebut. Dengan penghasilan yang tidak seberapa, InsyaAllah saya belajar ikhlas dan tawakkal dengan rizqi yang Allah berikan pada saya. Berapapun itu, saya masih bisa makan, minum, ngopi bahkan. Allah kasih rizqi lewat siapa saja yang Dia kehendaki untuk saya. Maka dari itu tidak ada alasan untuk tidak mensyukuri segala nikmat yang diberikanNya. Nafas, pendengaran, langkah kaki, berucap, gerak tubuh, bahkan saya mengajarpun itu atas kehendak-Nya.
 
Sisi manusiawi kadang merasa kekurangan, bahkan setiap saatpun merasa kurang. Apalagi sudah beristri dan punya anak. Kebutuhanpun semakin meningkat. Yang asalnya saya tidak begitu peduli dengan hal itu, entah pendapatan atau ekonomi, saya tidak peduli. Karena sayapun orang yang tidak terlalu suka buang-buang duit untuk belanja macem-macem, atau piknik, atau apalah. Saya lebih suka memalingkan semauanya pada musik. Saya suka musik, sayapun mengajar seni budaya. Yang sebenarnya bukan background saya di dunia pendidikan. Tidak linear ya, itu bahasanya begitu atau apalah itu?
 
Saya lulusan S1 pendidikan bahasa Indonesia salah satu perguruan tinggi swasta di bilangan Cimahi. Kelas karyawan pula. Jadi, apa yang saya ajarkan selama ini bukan ilmu yang saya dapat dari perkuliahan. Benar-benar kesukaan dan hobi saya terhadap seni. Itupun Cuma hobi, bukan professional dibidangnya. Tapi saya jalani dengan apa adanya dan tidak memaksakan apa yang tidak mampu diberikan terhadap anak didik saya. Selain dari keahlian yang kurang menunjang, juga sarana dan prasarana sekolah di daerah itu tidak mumpuni, atau bahkan tidak ada sama sekali. Bukan hal yang tabu, mendidik dan mengajar adalaha kesamaan diatas perbedaan. Begitu mungkin ya? Mengajar berarti member pelajaran sesuai dengan mata pelajaran yang berlaku di sekolah. Sedangkan mendidik? Menurut saya mendidik adalah member hal yang baik terhadap siapaun, baik itu dengan ucapan atau tingkah laku. Mengajar mudah, mendidik itu yang sulit.
 
Pada kenyataannya apakah setiap mata pelajaran yang diajarkan itu berguna untuk kehidupan? Untuk realita kehidupan? Anda punya jawaban sendiri. Sayapun punya jawaban sendiri. Jawaban saya adalah, mata pelajaran yang saya ajari dulu ketika sekolah, dan yang berguna sekali dalam kehidupan sekarang ini adalah membaca, menulis, dan menghitung. Pelajaran seni budaya berpengaruh bagi saya saat ini. Dimana teori-teori tentang kesenian sangat saya butuhkan. Kalo jadi guru SD mungkin semua berguna, jadi guru SMP dan SMA, pelajaran IPA, IPS, Bahasa, itu kembali pada apa yang diajarkan kepada siswanya. Bagi yang berprofesi dokter, petugas kesehatan, petani, pedagang, dan yang lainya, Cuma itu tadi, membaca, menulis, berhitung dan ilmu-ilmu keprofesionalannya. Pelajaran yang sejatinya berguna dalam realita, dalam dunia kerja adalah pengalaman. Pantas saja ada ppribahasa “pengalaman adalah guru yang paling utama.” Kala begitu buat apa sekolah? Sekolah hanyalah program pemerintah, dimana disana diatur wajib belajar 12 tahun. Wajib bagi seluruh rakyat Indonesia belajar, karena setiap rakyat punya pula hak untuk tahu segala jenis ilmu pengetahuan. Maaf kalo pandangan saya ini keliru.
 
Pendidikan, inilah kiranya yang sangat berpengaruh dalam kehidupan nyata. Apalagi pendidikan agama, yang sangat penting sekali, yang kadang orang meninggalkan hal ini. Bobroknya ahlak, dan perlakuan, sikap yang menyimpang, adalah faktor pendidikan agama yang kurang kuat. Kembali ke fitrah manusia yang punya tugas utama untuk mengabdi (ibadah) kepada Tuhannya. Keterangan dan dalilnyapun jelas dalam Al-Qur’an. Semua juga pasti tahu. Tidaklah Alloh ciptakan jin dan manusia untuk beribadah. Bagaiamana kita luruskan fikiran kita tentang ibadah. Bukan hanya sholat, karena sholat cuma ada lima waktu. Tidak hanya zakat, karena itu tergantung kemampuan. Tidak hanya puasa, karena puasa cuma setahun sekali. Sedangkan kita mulai dari bangun sampai tidur lagi, apakah cuma sholat, baca Qur’an, sedekah, atau menuntut agama? Tidak! Kita perlu makan dan minum. Itu saja, makan dan minum. Bagaimana itu semua harus jadi ibadah, sesuai dengan tugas kita. Aspek kehidupan yang lainpun harus jadi ibadah. Habluminalloh, ada habluminannas. Jangan terjebak, ibadah itu hanya habluminalloh saja. Kita makhluq sosial yang setiap saat berinteraksi dengan makhluq lainnya, baik sesama manusia atau makhluq lain semisal, tanaman, binatang, angin, udara, dan lainnya. Semuanya adalah sarana buat mengabdi. Berfikirpun akan jadi kebaikkan. Memikirkan seluruh alam yang senantiasa bertasbih memuji dan mensucikan nama Allah Tuhannya. Jika kita melihat dengan begitu saja, tidak berfikir dan merenungkannya, maka sia-sia. Allah lebihkan kita dari makhluq lainnya dengan diberi akal dan fikiran. Haruslah berguna.
 
Seorang ayah yang setiap hari bekerja mencari nafkah, itu juga ibadah. Bisa juga sia-sia jika tidak diniatkan sebagai ibadah. Karena amal bergantung pada niat. Jika tidak berniat hanya akan membuahkan hasil dunia saja, yang tak seberapa. Buktinya, sebesar apapun pendapatan manusia, ia tetap saja kekurangan. Ada yang salahkah disini? Seorang istri yang mengurus rumah tangga, juga sebagai ibu, pendidik bagi anak-anaknya. Itu juga harus jadi ibadah. Turut pada suami yang pada hakikatnya turut tunduk pada Allah dan Rasul-Nya.
 
Tulisan apa ini? Hanya curahan hati saya saja. Jika benar dan manfaat, semata karena Allah jua Yang Maha Berkehendak atas apapun. Jika salah dan tak guna, abaikan apa yang lahir dari nurani saya sebagai manusia biasa. Hanya Allah penggerak tangan dan jari untuk membuat tulisan ini. Hati, fikiran pun Dia yang Menguasai.
Wallahu a’lam.
 
Wassalaamu’alaikum warrohmatullah.

Selasa, 10 Januari 2017

Do'a

Ya Allah, Engkaulah sumber kekuatan. Jika diri ini merasa lelah, kuatkanlah Ya Rabb.
Engkau sumber dari segala kehidupan ini. Aku pasrahkan seluruh hidup ini padamu.
Alláhu Akbar.